Dari judul udah keliatan, sebenarnya saya nggak suka menulis.
Hal mendasar yang membuat saya amat sangat membenci yang namanya menulis adalah tulisan tangan saya jelek. Suer deh jelek untuk ukuran cewek, bahkan ukuran cowok juga jelek!
Aku sendiri nggak tahu kenapa, tapi banyak dan hampir semua orang yang melihat tulisan saya pasti bilang, "mbok sing sabar, alon-alon nulise.." dan udak tak lakuin kok, tapi tetep saja, JELEK!
Jujur aja aku amat sangat frustasi kalo tiba-tiba disuruh nulis di papan tulis, atau mencatat hasil presentasi, atau menjadi sekretaris, atau.. yah pokoknya atau yang lain deh. Bahkan ketika ada temen baik cewek atau cowok yang pinjam catatan aku, pasti aku tolak. Alasannya aku nggak nyatet lah, nggak lengkap lah, berantakan lah.. eh kalo yang ini memang dasarnya berantakan banget tulisanku. Walau sebenarnya dalam hati aku amat sangat sakit, soalknya aku berani jamin kalo tulisanku itu yang paling lengkap. Aku berani jamin! Disaat dosen menerangkan dengan nada cepat bahkan ngomongnya aja kayak ngomong sama dirinya sendiri, lalu aku liat sekeliling pada merem merem semua, akunya melek dan nyatet hlo.. beneran, perkata aku catet. Cuma ya itu, tulisanku jelek. Percuma kalo ada yang mau pinjam gag bakal aku kasih, dan suer bukan karena aku pelit.
Aku sendiri sering menganalisis teman-temanku yang tulisannya juga beragam, walau aku yang paling jelek. Aku suka melihat tangan mereka, dan rata-rata yang punya tulisan bagus itu tuh tangannya kalo dirapatkan jari-jarinya tu ya rapat tanpa celah, ketika ibaratnya jari dalam keadaan lurus dengan ketegangan otot maksimal, maka ya lurus dan rapet. Tapi aku bandingin sama jari tanganku sendiri. Jari tanganku nggak bisa lurus terutama jari manis, dan itu aku anggap sebagai ciri khasku. ketika disatukan tetep aja nggak bisa rapet, ketika dalam keadaan lurus dan otot tangan menegang, justru semakin kelihatan bengkok-bengkoknya.. yah itulah jariku. Maka secara nggak sadar juga yah aku sih nyante saja, aku udah diciptain sangat sempurna kayak gini, dapatnya jari yang bengkok-bengkok ya nggak papa lah, walau kadang merasa iri aja, mau nulis model apa, bolpoint kayak apa, kertasnya dimana, media apa, tetep aja.. jelek.
Bahkan temen cowok sendiri saja heran.
Cowok itu identik dengan tulisan yang lebih kurang rapi daripada cewek, iya kan? nah bahkan tulisan aku lebih buruk hlo.. Banyak kasus kalo temen cowok liat tulisanku tuh ada yang nyeletuk, "ini tulisanmu ul.. ya ampun..". Yang aku ingat betul saat kuliah, yang nyeletuk itu cowokku saat itu, yang sekarang udah jadi mantanku, dia bilang gini,"Masya Allah biasanya tuh tulisan jelek aku bisa mbaca, kok yang ini aku nggakbisa mbaca ya". Jleb banget men... apalagi aku tuh cewek.. tapi mau gimana yak, akunya juga yaah memiliki keterbatasan itu, aku nggak mau lah menghujat atau apa, walau dalam hati selalu bergumam, kenapa bagian ini ke aku ya Allah? tapi buat aku semua itu pasti ada kurang lebihnya, dan kekurangan saya bagian menulis.
Cita-cita menjadi dokter
Saat aku mengenal yang namanya cita-cita, yaitu saat aku TK, aku selalu menjawab ingin jadi dokter. Pokoknya dokter, biar jadi orang kaya sekalinya nyuntik bisa ratusan ribu, hehehe. Dan keinginan itu selalu aku simpan sampai kemudian aku di bangku SMP aku berubah keinginan menjadi seorang guru. Guru itu tugas mulia lho.. pahalanya banyak kata pak guruku, jadinya nurut deh. Dulu waktu SD kan tulisanku juga sudah mulai jelek ketika kelas 3 atau 4,nah aku nggak mempermasalahin hal itu, toh dokter tulisannya emang jelek, jadi ya sudag mirip lah. Tapi sekarang? aku jadi calon guru men.. mau nggak mau ya nulis di papan tulis, nulisin rapot orang juga? heladalah. tulisanku aja lebih jelek dari tulisan dokter, gimana jal? kalo menurut aku memang sebenarnya aku diizinkan kok menjadi seorang dokter, dan cita-citaku memang tercapai walaupun yang ketinggalan tinggal tulisanku saja yang mirip dokter, hehehe
Aku lebih suka ngomong
Aku bukan orang pintar di kelas, bukan juga peraih peringkat walaupun selalu masuk 10 besar Alhamdulillah. Aku juga bukan orang yang sukanya ditunjuk untuk ikutan lomba apa lah, misalnya lomba siswa teladan atau cerdas cermat, atau yang lainnya. Cuma kadang aku dipilih saat lomba sinopsis, lomba membaca bahasa Indonesia, pokoknya yang berhubungan dengan bahasa, Aku sadar potensiku dalam bidang berbicara itu ketika berada di sekolah menengah kelas 2. Saat itu ada lomba pildacil alias pidato dai kecil, dan aku salah satu dari sekitar 10 orang yang dipilih dan ikut latihan waktu itu. Saat latihan, blas guruku nggak memperhatikan aku waktu aku latihan, dibanding sama siswa yang lain. Udah gitu rasanay tuh materiku yang paling aneh aja, kalo nggak salah judulnya "Bekal dunia akhirat untuk pemuda dan pemudi". Buat anak SMP yang baru pertama kali pidato, baik pidato di depan kelas, di depan cermin, dan itu pidato sekaligus dilombakan yang pertama kali tentu itu sangat berat buat aku dibanding sama teman lainnya. Tapi aku yah cuma bisa menuruti perintah guru saja. Dan latihanku cuma berdiri di ruang tamu, menghapal dan ngomong keras-keras seorang diri, sambil berusaha menghayati isinya. Aku sendiri aneh, kenapa juga aku tidak diajari bapakku yang waktu itu juga sudah biasa ceramah atau ngisi pengajian. Tapi ya itulah aku, sudah biasa mandiri alias dibiarkan begitu saja. Untungnya saat itu juara harapan II. Lumayan bos, teman-teman seperjuanganku nggak ada yang dapat piala eg, cuma aku.
Dari situlah aku jadi langganan ceramah sekolahan, bahkan pernah saat pesantren inap aku ditugasi kultum. Tentu aku hapalkan satu saja materi kultum, eh ternyata ada kultum dadakan yang akhirnya aku pakai yang sudah aku hapal. Nah untuk kultum yang beneran, blas aku nggak tahu materi apa. Akhirnya aku cuma menceritakan lagi dongeng yang ada di tabloid anak-anak, hahaha.. tapi semuanya toh lancar, nggak pada memperhatikan sih alias ngantuk.
Nggak munafik, kalo inilah darah bapakku yang mengalir erat di tubuhku
Kebanyakan artis yang ortunya udah jadi artis duluan, tuh bilang kalau dia berusaha dari dirinya sendiri, dan itu aku paling nggak suka. Kenapa? kalo nggak ada ortunya, dia mau lahir dari mana? dari batu?
Jujur aja aku mengolah kemampuanku berbicara di depan umum juga seorang diri, buktinya saat pertama kali lomba pun aku nggak diperhatikan guru kayak yang lainnya. Aku nggak dibimbing harus gimana-gimana, aku ya mengalir aku adanya. Aku juga kadang bingung tapi bersyukur, karena inilah jalanku, tapi aku juga sering merenung ketika melihat bapakku yang biasa ceramah dimana-mana walau masih tingkat kecamatan, itu kok sama kayak aku yang suka ceramah, malah tingkat kabupaten kalo aku, soalnya sekolahanku kan di kota, hehehe.
Aku bersyukur sekali memiliki orang tua seperti bapak dan ibu. Dan aku memang ibarat mewarisi dari sifat, wajah, kebiasaan, dan kemampuan ini. Bahkan nih aku dan bapak punya kebiasaan yang sama, yaitu ketika masuk ke dapur, langsung buka tudung saji, entah ada makanan atau tidak, butuh makan atau tidak, tetep aja buka tudung saji, lalu kadang-kadang langsung ditinggal pergi tanpa kembali menutup itu tudung saji, hehehe. Namun terlepas dari semua itu, ya dengan kemampuan berbicaraku, setidaknya menulisku nggak pernah diperhatikan. Baru ini nih aku rajin nulis, bahkan nulisny di laptop, kan diketik jadi nggak perlu sebel liat tulisan jelek, hehehe.